Hissing Night



This morning I saw an impala running cheerfully on a grassy land. She was so happy, I could tell by her happy smile. It was very hard to forget her.
All this afternoon, I could hear her steps banging my head, She was away, too far away from here yet my brain was reeling that melody of her tippie toes. On my way back home, I almost couldn’t bear that my throat’s wanting her flesh immediately.

I have been wondering.
What it tasted like. Her fury skin and leg that moves my stomach. Her wide eyes which caught my attention, really wanted by my long hungry tongue.  I wonder if I could finished that beast in one single move. I have been wondering how to attack her, how to eat her alive while she was not with her guard, that shitty big impala, a man, a gentle man.

I went back to my cave, my wet and muddy cave, a lonely one. That night, I dreamt of her. I dreamt of her smooth silhouette curve, dancing in the silent of night. I have got a blue print of ultimate strategy to beat her. To let her down, kissing me deep and give her all.

Tomorrow, I will open my mouth wide, to swallow her.
See you, dear. I will have a good night sleep, curling up, with my skin radaring you. 

Ode to Selfishness


Kalau kamu tahu bagaimana rasanya lapar, kamu pasti tidak akan korupsi.
Akan takut mengambil hak orang lain. Akan takut azab yang menuntunmu ke neraka.

Kalau kamu tahu rasanya menderita, pasti kamu akan bersikap adil. Pasti tidak akan memukul seenaknya orang miskin. Pasti tidak akan memenjarakan pencuri ayam yang tidak punya pekerjaan sementara anak-istrinya sudah dua hari kelaparan.

Pak Presiden yang gembul, pasti makannya banyak. Coba puasa. Lebih dari dua belas jam. Penderitaan otang miskin itu tidak hanya menahan lapar selama dua belas jam!!!

Bangsat.

Kalau kamu merasa pemimpin, kamu harus merasakan penderitaan rakyat. Tidak dengan bersimpati obral kebaikan sana-sini tapi diikuti kamera televisi.Tidak dengan memberikan uang tapi seiring waktu pemilihan umum usai, kamu mengambil paksa uang kamu dengan keharusan membayar pajak berlebih!

Saya, mantan mahasiswa yang berusia 23 tahun di kota kecil, menantang semua pemimpin untuk puasa 24 jam tanpa tidur dari waktu magrib sampai subuh. rasakan kemewahan makanan, rasakan seteguk air yang datang. Rasakan penderitaan rakyat yang datang. Rasakan penderitaan rakyat miskin supaya kalian tahu berappa korupsi itu benar-benar pekerjaan babi!

Pantat!

Tapi untuk sekarang, saya mau menyudahi.
Selamat untuk para koruptor, selamat untuk para penganiaya. Selamat untuk para bos besar yang menyiksa bawahannya. Selamat untuk para petinggi anjing yang cuma suka nongol di televisi dengan senyum dan bicara, “Saya menyumbang sekian puluh juta”.
Saya tidak akan ikut ke neraka bersama Anda-anda.

Tidak percaya juga azab menanti? Tunggu sampai benar-benar mati. Rasakan sendiri sensasi pecutan bara, api bergejolak dimana-mana. Dan, penderitaan rakyat jelata, mengaum bersama mereka.
Selamat mencicipi menu lengkap penderitaan di neraka.
Saya tidak mau ikut Anda-anda.

Dadaaah!

Dalam


Patah hati itu.
Seperti serpihan kaca.
Tak terasa.
Tapi terus bertambah,
bertebaran,
belarakan di atas lantai hatiku yang berubah ungu.

Patah hati itu.
Seperti membawa bangkai busuk kemana-mana.
Orang tahu.
Saya cemburu.

Patah hati itu.
Saat diduakan.
Barang,
pakaian,
uang.

Sampai saat ini.
Cuma satu bentuknya, yang paling jelas.
Yang selalu saya ingat.
Yang sebenarnya mungkin bisa saya hindari.

Patah hati itu.
Tahu kamu sedang ciuman disana.
Saya
mengetik dengan air mata.

Score



You have mint scent on your mouth
I can't let it out
I won't be afar from

You have sweetest wink from your two eyes
Yummy eyelashes with mascara
I want to lick

Your hair
A bird's nest
Black. Deep. I want to swim the ocean of its mystery

Let me lost in you
In your mouth
Which just have spoken the best truth
I have ever hugged

Tolong


Bantu saya
bunuh diri.

Selamatkan saya.
Dari setan yang terkutuk.

Amin.

Bangun Cinta Di Tahun Ke-Tiga


Kembali lagi.
Di pusara rindu.
Di keheningan tanpa pelukmu.
Di teriakan bisu akan sakitku.

Disitu.
Serak suaraku memantul.
Dentum anganku bersiul.
Disitu.

Di ujung keangkuhanmu.
Di dalam ketidakterimaanku atas kebenaran kalau aku
tidak mau terus
terjatuh

Bersamamu.

Sekian tahun.
Kita terperosok ke titik rawan yang sama.
Berkali-kali.
Lebam kanan kiri.

LAGI!

Kalau bisa,
setelah tahun ke-tiga,
tidak usah lagi jatuh cinta.

Bawa Kesini Lemari Cintamu


Apapun yang terselip
di ujung rak buku mu

Kalau ada sesuatu
di bawah langkah kakumu

Atau
Yang tidak sempat kamu katakan
Di sela doamu

Kemarikan
Semua

Pastikan
Tidak ada sisa
Yang tersisa dari sisa makian kita tadi malam
Dari sisa ciuman kita setelah perang

Bawa kesini
Peluk aku dari sana sudah cukup
Tapi tolong bawa kesini

Arus lepas rindumu
Arus pasang letihmu

Aku siap
Menjadi bumi bagi kerapuhanmu
Menjadi perahu tempat pasukan napsumu

Bawa kesini
Debu-debu yang menempel di kerlip rasa cemburu itu

Aku siap
menjadi angin yang membentangkan harapmu
membangun bahagia
tanpa batas dunia